Wednesday 3 December 2014

contoh kasus pajak

Contoh Kasus Wajib Pajak UKM

Seringkali memahami peraturan lebih jelas jika langsung ke contoh. Apalagi jika kita belum tahu latar belakang dari peraturan tersebut. Maka contoh-contoh kasus lebih pas kita baca. Di Lampiran Peraturan Menteri Keuangan No. 107/PMK.011/2013 terdapat beberapa contoh penghitungan PPh. Mana bagian penghasilan yang harus dihitung dengan PP 46/2013 dan mana yang harus dihitung sesuai ketentuan umum UU PPh. Berikut saya copas contoh-contoh dimaksud:


CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI  PEREDARA BRUTO TERTENTU


CONTOH #1
Agus Hidayat menjalankan usaha bengkel reparasi motor sekaligus menjual suku cadangnya, Agus Hidayat yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak tahun 2009 memiliki 2 (dua) buah bengkel yang berada di wilayah yang berbeda, yakni bengkel A terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) X dan bengkel B terdaftar di KPP Y. Berdasarkan pencatatannya selama tahun 2013 masing-masing bengkel tersebut rnemiliki peredaran bruto sebagai berikut:

Peredaran bruto bengkel A Rp100.000.000,00
Peredaran bruto bengkel B Rp150.000.000,00

Peredaran bruto yang dijadikan dasar penentuan tarif PPh yang bersifat final adalah jumlah peredaran bruto bengkel A dan bengkel B yakni sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Karena total peredaran bruto selama tahun 2013. kurang dari Rp4.800.000.000,00 (ernpat miliar delapan ratus juta rupiah) maka atas penghasilan dari usaha yang diterirna oleh Agus Hidayat pada tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% (satu persen) dari peredaran bruto.

Misalkan pada bulan Januari 2014, Agus Hidayat mernperoleh peredaran bruto dari bengkel A sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan dari bengkel B sebeear Rp15,000.000,00 (lima belas juta.rupiah), maka paling lambat pada tanggal 17 Februari 2014 [karena tanggal 15 Februari jatuh pada hari Sabtu), Agus Hidayat wajib menyetorkan PPh yang bersifat final sebesar :

a. Bengkel A
PPh  terutang:
1% x Rp10.000.000,00 = Rp100.000,00 
(dilaporkan ke KPP X)
b. Bengkel B
PPh terutang:
1% x Rp15.000.000,00 = Rp150.000,00 
(dilaporkan ke KPP Y)

Pada bulan Maret 2013 sebuah perusahaan swasta bernama PT Amira Ekspedisi melakukan perawatan dan reparasi 5 (lima) motor rnilik perusahaan tersebut di bengkel A milik Agus Hidayat, Tagihan yang dibuat kepada PT Amira Ekspediai atas jasa perawatan dan reparasi tersebut adalah sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah). Atas tagihan tersebut PT Amira Ekspedisi melakukan pemotongan  PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rpl.500.000,00 = Rp30.000,00.


Namun demikian, jika Agus Hidayat telah mendapatkan Surat Keterangan Bebas dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang dikeluarkan oleh KPP X, atas pembayaran tagihan tersebut tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT Amira Ekspedisi.

No comments:

Post a Comment